Sejarah adalah ilmu yang digunakan
untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah
meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan
akan cara berpikir secara histories.
Hadits adalah segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits
merupakan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas.
Secara struktural maupun fungsional Hadis telah disepakati
oleh mayoritas kaum Muslimin dari berbagai mazhab Islam, sebagai sumber ajaran
dan pedoman hidup yang menduduki posisi kedua setelah
al-Qur'an. Hadis yang tercantum dalam berbagai kitab hadis yang ada telah
melalui proses penelitian ilmiah yang rumit dan mendapat perhatian yang
khusus sejak dari masa pra kodifikasi sampai dengan saat ini sehingga
menghasilkan kualitas Hadis yang diinginkan oleh para penghimpunnya.
Keberadaan hadist sebagai salah satu sumber hukum dalam islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-14.
Perkembangan hadist pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadist. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash Al-Qur’an dengan hadist. Selain itu juga disebabkan fokus Nabi pada para Sahabat yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in besar. Bahkan dengan Khalifah yang lain. Periodesasi penulisan dan pembukuan hadist secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadist, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadist memberikan pengaruh besar dalam sejarah peradaban islam.
1)Hadist pada Masa Rasulullah SAW
Membicarakan hadist pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadist pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul sebagai sumber hadist.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.
Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
Keberadaan hadist sebagai salah satu sumber hukum dalam islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-14.
Perkembangan hadist pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadist. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash Al-Qur’an dengan hadist. Selain itu juga disebabkan fokus Nabi pada para Sahabat yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in besar. Bahkan dengan Khalifah yang lain. Periodesasi penulisan dan pembukuan hadist secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadist, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadist memberikan pengaruh besar dalam sejarah peradaban islam.
1)Hadist pada Masa Rasulullah SAW
Membicarakan hadist pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadist pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul sebagai sumber hadist.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.
Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
Cara Rasul Menyampaikan Hadist
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat islam dapat secara langsung memperoleh hadist dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadist. Dimana tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat pertemuan diantaranya adalah masjid, rumah beliau sendiri, pasar ketiks beliau dalam perjalanan (safar), dan ketika beliau mukim (berada dirumah).
Dalam riwayat Imam Bukhori, disebutkan Ibnu Mas’ud pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW, menyampaikan hadistnya dengan berbagai cara, sehingga para sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya, dan tidak mengalami kejenuhan. Cara tersebut diantaranya adalah :
Pertama, melalui para jama’ah yang berada di pusat pembinaan atau majelis al-ilmi.
Kedua, dalam banyak kesempatan, Rasulullah SAW juga menyampaikan hadistnya melalui para sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain.
Ketiga, melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan Futuh Makkah.
Untuk hal-hal tertentu, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis, beliau menyampaikan melalui istri-istrinya. Begitu pula para sahabat, jika mereka segan bertanya kepada Nabi, mereka sering kali bertanya kepada istri-istri beliau.
Keadaan para sahabat dalam meneriam dan menguasai hadist
Dalam perolehan dan penguasaan hadist, antara satu sahabat dengan sahabat yang lain tidaklah sama, ada yang memiliki banyak, ada yang sedang bahkan ada pula yang sedikit. Hal ini disebabkan karena:
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat islam dapat secara langsung memperoleh hadist dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadist. Dimana tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat pertemuan diantaranya adalah masjid, rumah beliau sendiri, pasar ketiks beliau dalam perjalanan (safar), dan ketika beliau mukim (berada dirumah).
Dalam riwayat Imam Bukhori, disebutkan Ibnu Mas’ud pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW, menyampaikan hadistnya dengan berbagai cara, sehingga para sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya, dan tidak mengalami kejenuhan. Cara tersebut diantaranya adalah :
Pertama, melalui para jama’ah yang berada di pusat pembinaan atau majelis al-ilmi.
Kedua, dalam banyak kesempatan, Rasulullah SAW juga menyampaikan hadistnya melalui para sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain.
Ketiga, melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan Futuh Makkah.
Untuk hal-hal tertentu, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis, beliau menyampaikan melalui istri-istrinya. Begitu pula para sahabat, jika mereka segan bertanya kepada Nabi, mereka sering kali bertanya kepada istri-istri beliau.
Keadaan para sahabat dalam meneriam dan menguasai hadist
Dalam perolehan dan penguasaan hadist, antara satu sahabat dengan sahabat yang lain tidaklah sama, ada yang memiliki banyak, ada yang sedang bahkan ada pula yang sedikit. Hal ini disebabkan karena:
- Perbedaan mereka dalam hal kesempatan bersama Rasulullah SAW.
- Perbedaan dalam soal hafalan dan kesungguhan bertanya kepada sahabat lain.
- Perbedaan dalam hal waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari Majlis Rasul SAW.
- Perbedaan dalam ketrampilan menulis, untuk menulis hadist.
Ada beberapa sahabat yang tercatat
banyak menerima hadist dari Nabi SAW mereka adalah:
- Para sahabat yang termasuk As-Sabiqun Al- Awwalun, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, ustman bin Affan, Ali bin Abi Tahlib.
- Ummahat Al-Mu’minin (istri-istri rasul) seperti Aisyah dan Ummu Salamah. Hadist yang diterimanya banyak berkaitan dengan soal pribadi, keluarga, dan tatat pergaulan suami istri.
- Para sahabat yang disamping dekat dengan Rasul juga menuliskan hadist yang diterimanya, seperti Abdullah Amr bin Ash.
- Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah tetapi sangat efisian dalam memanfaatkan kesempatan dan bersungguh-sungguh bertanya kepada sahabat lain, seperti Abu Hurairah.
- Sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti Majlis Rasul dan banyak bertanya kepada sahabat lain seperti, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas.
Pemeliharaan Hadist dalam Hafalan
dan Tulisan.
1. Aktifitas menghafal hadist
Untuk memelihara kemurnian al-Qur’an dan Hadist, Rasulullah mengambil kebijakan terhadap Al-Qur’an beliau memberi instruksi untuk menulisnya selain menghafalkan. Sedang terhadap hadist beliau secara resmi memerintahkan unutk menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
Dengan demikian, para sahabat bersungguh-sungguh untuk menghafal hadist agar tidak terjadi kekeliruaan dengan Al-Qur’an. Ada alasan yang cukup memberi motivasi kepada para Sahabat, diantaranya adalah:
1. Aktifitas menghafal hadist
Untuk memelihara kemurnian al-Qur’an dan Hadist, Rasulullah mengambil kebijakan terhadap Al-Qur’an beliau memberi instruksi untuk menulisnya selain menghafalkan. Sedang terhadap hadist beliau secara resmi memerintahkan unutk menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
Dengan demikian, para sahabat bersungguh-sungguh untuk menghafal hadist agar tidak terjadi kekeliruaan dengan Al-Qur’an. Ada alasan yang cukup memberi motivasi kepada para Sahabat, diantaranya adalah:
- Kegiatan menghafal merupakan budaya Arab yang telah ada sejak zaman praIslam.
- Mereka terkenal kuat hafalan jika dibanding bangsa-bangsa lain.
- Rasulullah banyak memberi spirit melalui doa-doanya agar mereka diberikan kekuatan hafalan dan dapat mencapai derajat yang tinggi.
- Dan Rasul sering kali menjanjikan kebaikan akhirat bagi mereka yang menghafalkan hadist dan menyampaikan kepada orang lain.
Aktifitas menulis hadist
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi SAW dengan sabdanya:
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi SAW dengan sabdanya:
لاتكقبو اعنّى سيئا غير القران فمن كتب عنّى سيئا غير القر ان فليمحه.
” jangan menulis apa-apa selain
Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah
menghapusnya”. (Hr. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, yaitu sabda Nabi SAW:
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, yaitu sabda Nabi SAW:
اكتب عنّى فو الذى نفس بيده ما خرج من فمن الاالحق.
” tulislah dari
saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNYA, tidak keluar dari mulutku
kecuali yang hak”.
Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
- Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan Al-Qur’an. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan menulisnya telh dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
- Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullauh bin Amr bin Ash.
- Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tiak kaut hafalannya.
- 2) Hadist Pada Masa Sahabat Dan
Tabi’in
A.Hadist pada masa sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan hadist, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H sampai 40 H, masa ini juga disebut dengan sahabat besar.
Sahabat dan Periwayatan Hadist
- Menjaga Pesan Rasul SAW
Pada masa menjelang kerasulannya,
Rasul SAW berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an
dan Hadist serta mengerjakannya kepada orang lain sebagai mana sabdanya :
تركت فيكم أمر يى لن تملّوا ما تمسّكم بهما كتاب الله وسنة نبيّه
”Telah aku tinggalkan untuk kalian
dua macam, yang tidak akan tersesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu
kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku (Al-Hadist) ” H.R Malik
Pesan-pesan Rasul Saw sangat
mendalam pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang
tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-pesannya.
Kecintaan mereka kepada Rasul SAW dibuktikan dengan melaksanakan segala yang
dicontohkan.
- Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadist.
Perhatian sahabat pada masa ini
terutama sekali terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan Al-Qur’an, ini
terlihat bagaimana Al-Qur’an dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar Ibn
Khattab, usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman Ibn Affan, sehingga
melahirkan mushaf Usmani satu disimpan di Madinah yang dinamai Mushaf Al-Imam
dan yang empat lagi maisng-masing disimpan di Makkah, Basrah, Syiria dan
Kuffah.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab, seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini (umat islam) dalam mempelajari Al-Qur’an. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar diberbagai daerah kekuasaaan islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadist dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab, seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini (umat islam) dalam mempelajari Al-Qur’an. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar diberbagai daerah kekuasaaan islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadist dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
- Periwayatan Hadist dengan Lafadz dan Makna.
Pembatasan atau penyederhanaan
periwayatan hadist, yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sifat
kehati-hatianny, tidak berarti hadist-hadist Rasul tidak diriwayatkan. Dalam
batasan-batasan tertentu hadist-hadist itu diriwayatkan. Khususnya permasalahan
ibadah dan muamalah. Periwayatan tersebut dilakukan setelah diteliti secara
ketat pembawa hadist tersebut dan kebenaran isi matannya.
Ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadist dari Rasul SAW:
Pertama, periwayatan lafdzi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul). Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadist dengan jalan ini. Mereka berusaha agar periwayatan hadist sesuai dengan redaksi dari Rasul SAW, seperti sahabat Ibnu Umar.
Kedua, periwayatan maknawi (maknanya saja). Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadist yang matannya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rasul SAW akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW tanpa ada perubahan.
Ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadist dari Rasul SAW:
Pertama, periwayatan lafdzi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul). Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadist dengan jalan ini. Mereka berusaha agar periwayatan hadist sesuai dengan redaksi dari Rasul SAW, seperti sahabat Ibnu Umar.
Kedua, periwayatan maknawi (maknanya saja). Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadist yang matannya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rasul SAW akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW tanpa ada perubahan.
Abu Bakar
Untuk menghindari kebohongan itu, misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang nenek datang padanya mengatakan ”saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya” kata Abu Bakar ” saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dari Al-Qur’an maupun dari rasul” maka tampillah Muhammad Bin Maslamah sebagai saksi bahwa seoarang nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya.
Kesimpulannya, benar bahwa Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan hadist. Akan tetapi tidak perlu disalah pahami bahwa beliau tidak anti terhadap penulisan hadist. Bahkan, untuk kepentingan tertentu hadist nabi ditulisnya.
Umar bin Khattab
Ibn Qutaibah berkata, sebagai dikutip Ajjaj al_Khatib mengatakan Umar bin Al-Khatab adalah orang yang sangat keras menentang orang-orang yang menghambarkan riwayat hadist, atau orang yang membawa hadist (khabar) mengenai hukum tertentu tetapi tidak diperkuat dengan seorang saksi. Umar bin Khatab tidak senang dengan terhadap orang yang memperbanyak periwayatan hadist dengan terlalu mudah dan sembrono. Tentu agar kemurnian hadist nabi dapat terpelihara. Ini tidak berarti bahwa beliau anti periwayatan hadist, Umar r.A mengutus para ulama’ mengajarkan islam dan sunnah nabi pada penduduk negeri.
Sikap kehati-hatian kedua sahabat tersebut, juga diikuti oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak menerima hadist sebelum yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena:
Untuk menghindari kebohongan itu, misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang nenek datang padanya mengatakan ”saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya” kata Abu Bakar ” saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dari Al-Qur’an maupun dari rasul” maka tampillah Muhammad Bin Maslamah sebagai saksi bahwa seoarang nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya.
Kesimpulannya, benar bahwa Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan hadist. Akan tetapi tidak perlu disalah pahami bahwa beliau tidak anti terhadap penulisan hadist. Bahkan, untuk kepentingan tertentu hadist nabi ditulisnya.
Umar bin Khattab
Ibn Qutaibah berkata, sebagai dikutip Ajjaj al_Khatib mengatakan Umar bin Al-Khatab adalah orang yang sangat keras menentang orang-orang yang menghambarkan riwayat hadist, atau orang yang membawa hadist (khabar) mengenai hukum tertentu tetapi tidak diperkuat dengan seorang saksi. Umar bin Khatab tidak senang dengan terhadap orang yang memperbanyak periwayatan hadist dengan terlalu mudah dan sembrono. Tentu agar kemurnian hadist nabi dapat terpelihara. Ini tidak berarti bahwa beliau anti periwayatan hadist, Umar r.A mengutus para ulama’ mengajarkan islam dan sunnah nabi pada penduduk negeri.
Sikap kehati-hatian kedua sahabat tersebut, juga diikuti oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak menerima hadist sebelum yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena:
- Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
- Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
- Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
B. Hadist pada masa Tabi’in
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan Tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat sebagai para guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa khulafa’ Al-Rasyidin kebeberapa wilayah kekuasaan islam, kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadist.
Ketika pemerintahan dipegang Bani Umayyah, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi Makkah, Madinah, Bashrah, Khurasan, Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand, dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasaan kekuasaan Islam tersebut, penyebaran sahabat ke daerah-daerah juga meningkat. Oleh sebab itu, masa itu dikenal masa penyebaran periwayatan hadist.
Hadist-hadist yang diterima para tabi’in ini, seperti telah disebutkan ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau tulisan-tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti. Kedua ini saling melengkapi, sehingga tidak ada satu hadist pun yang tercecer atau terlupakan.
Pada masa tabi’in ini muncul atau terjadi sejak masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin yaitu tatkala kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Muawiyah dan golongan minoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.Dari persoalan politik diatas langsung atau tidak langsung cukup memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan hadist berikutnya. Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan Tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat sebagai para guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa khulafa’ Al-Rasyidin kebeberapa wilayah kekuasaan islam, kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadist.
Ketika pemerintahan dipegang Bani Umayyah, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi Makkah, Madinah, Bashrah, Khurasan, Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand, dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasaan kekuasaan Islam tersebut, penyebaran sahabat ke daerah-daerah juga meningkat. Oleh sebab itu, masa itu dikenal masa penyebaran periwayatan hadist.
Hadist-hadist yang diterima para tabi’in ini, seperti telah disebutkan ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau tulisan-tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti. Kedua ini saling melengkapi, sehingga tidak ada satu hadist pun yang tercecer atau terlupakan.
Pada masa tabi’in ini muncul atau terjadi sejak masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin yaitu tatkala kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Muawiyah dan golongan minoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.Dari persoalan politik diatas langsung atau tidak langsung cukup memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan hadist berikutnya. Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
Sejarah hadist pra kodifikasi
terbagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih mudah memahaminya, berikut
uraiannya.
I. Hadist pada masa Rasul SAW
Dalam masa ini ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan masa itu:
Dalam masa ini ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan masa itu:
- Cara rasul menyampaikan hadist, melalui jamaah pada majlis-majlis, ceramah dan pidato di tempat-tempat terbuka, dan lain-lain.
- Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist, sesuai dengan kapasitas masing-masing sahabat.
- Pemeliharaan hadist melalui hafalan dan tulisan.
II. Hadist pada masa sahabat
Kehati-hatian para sahabat dalam hal pembukuan hadist dan pada masa itu belum ada pembukuan secara resmi, dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah :
Kehati-hatian para sahabat dalam hal pembukuan hadist dan pada masa itu belum ada pembukuan secara resmi, dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah :
- Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
- Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
- Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
III. Hadist pada masa tabi’in
Pada masa ini juga terjadi kegiatan menghafal dan menulis hadist, dan ada bebrapa hal yang begitu berpengaruh dalam hal perkembangan hadist, diantara pengaruh positif yang ada adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
Pada masa ini juga terjadi kegiatan menghafal dan menulis hadist, dan ada bebrapa hal yang begitu berpengaruh dalam hal perkembangan hadist, diantara pengaruh positif yang ada adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
No
|
Periode
|
Perkembangan
|
Karakteristik Penulisan
|
Model Buku
|
1.
|
Masa Nabi Muhammad
|
Larangan penulisan(Nahyu Al-Kitabah)
|
Hadis dihapal diluar kepala
|
Catatan pribadi bentuk Shahifah (lembaran)
|
2.
|
Masa Sahabat
|
Penyederhanaan periwayatan (Taqlil Ar-Riwayah) pada
masa Khulafaur Rasyidin dan masa Perlawatan Hadis(Rihlah ‘Ilmiyah) masa
setelahnya
|
Disertai sumpah dan masa Khulafaur Rasyidin dan
disertai Sanad pada masa setelahnya
|
Catatan pribadi bentuk Shahifah (lembaran)
|
3.
|
Masa Tabi’in
|
Penghimpunan hadis (Al-Jam’u wa Al-Tadwin)
|
Bercampur antara hadis Nabi dan fatwa sahabat dan aqwal
sahabat
|
Shahifah,
Mushannaf,
Muwaththa,
Musnad,dan
Jami’
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar